Mustahil
Jakarta Bebas Banjir
Musim
hujan datang. Jakarta tergenang, dan berdampak terhadap
segenap kehidupan kota, mulai dari sosial, ekonomi, lingkungan semua kena
dampaknya. Anak-anak tak dapat pergi ke sekolah, pegawai, buruh yang formal
maupun yang informal tak dapat pergi ke tempat kerja, pedagang kaki lima,
pedagang keliling juga tak dapat mencari nafkah, permukiman di sepanjang daerah aliran sungai pun
juga ikut terendam air (akibat). Salah siapa? Cukupkah dengan jawaban
karena Banjir Kanal Timur (BKT) belum selesai? Jawabnya: tidak!. Kalau itu
dikatakan seorang pejabat tinggi, itu menunjukkan kemiskinan pengetahuannya
tentang masalah Jakarta, atau membohongi publik.
BKT,
kalau pun selesai, hanya mengurangi volume banjir di Jakarta. Banjir memang
merupakan “langganan rutin”Jakarta. Namun volumenya makin besar. Terdapat
beberapa penyebab banjir di Jakarra. Pertama, hujan lokal yang curahnya makin
besar. Kedua, hujan kiriman dari daerah penyangga yang debitnya makin besar.
Ketiga, muka air laut yang naik, terutama pada saat air pasang. Keempat, adanya
penurunan permukaan tanah, sebagai dampak kurangnya pasokan air PAM yang hanya
49 persen dari kebutuhan kota, yang sisanya, 51 persen, mengandalkan air tanah,
yang jumlahnya makin menipis. Kelima, perubahan ekosistem di dalam kota, karena
pembangunan yang tidak memperhatikan fungsi lingkungan (sebab). Masih
banyak lagi kalau ditulis secara rinci.
Bahasan
secara garis besar sebagai berikut. Pertama, makin besarnya curah hujan lokal,
akibat pemanasan global. Musim kering makin panas, dan kekurangan air, seperti
terjadi tahun yang lalu. Musim hujan curahnya makin tinggi, di samping
menyempitnya beberapa badan sungai, dan kurang cermatnya merancang tata air
dalam kota.
Kejar
PAD
Kedua,
hujan kiriman yang makin besar debitnya, karena pembangunan perumahan (baca:
pembangunan villa secara massal) dengan melalap lahan sawah, tegalan penyerap
air sebesar 40 persen. Beberapa kawasan villa dibangun di atas lahan-lahan
dengan topografi yang rentan terhadap longsor. Perubahan tata guna lahan ini,
kecuali mengurangi daya serap tanah, juga berdampak berupa sedimen yang terbawa
oleh sungai-sungai yang mengalir ke laut melalui Jakarta. Badan air di negara
tropis adalah mudahnya timbul sedimen.
Pembangunan
villa secara`massal itu, dalam waktu kurang dari 10 tahun, pertumbuhannya di
kawasan Bopunjur (Bogor, Puncak, Cianjur) sebesar 300 persen. Mengejar
pendapatan asli daerah menjadi tujuan para penentu kebijakan, atau ekonomi
sentries, dan mengenyampingkan pertimbangan lingkungan.
Ketiga,
pemanasan global juga mempengaruhi bumi ini dengan naiknya muka air laut. Air
pasangpun naik, dan seperti menahan air dari darat yang mengalir ke laut.
Bayangkan kalau rencana reklamasi Teluk Jakarta yang kontroversial itu jadi
dilaksanakan “bendungan air pasang” akan menahan air sungai yang berjumlah 13
itu mengalir ke laut.
Keempat,
turunnya akuafer, air tanah, kecuali penyedotan di daerah perkotaan, juga
kurangnya pasokan dari wilayah penyangga, karena banyaknya pembangunan
perumahan, pengurangan peresapan ke cadangan air untuk akuafer. Pembangunan
perumahan di sekitar Jabotabek, juga banyak di atas kawasan penyerapan air.
Belum lagi banyaknya situ-situ yang sudah beralih peruntukan, atau tidak pernah
diadakan pengerukan.
Penurunan
air tanah, berdampak pada penurunan muka tanah. Di Jakarta, kecuali Jakarta
Selatan, telah terjadi penurunan tanah. Beberapa kawasan pantai di Jakarta
Utara mengalami penurunan tanah sebesar 50 Cm. Penyedotan air tanah secara
besar-besaran juga berdampak berupa entrusi air laut yang sudah mencapai 11 KM
dari garis pantai. Kelima, perubahan ekosistem dari lingkungan alam ke
lingkungan buatan, yang terjadi tidak saja di wilayah penyangga, tetapi juga
(terutama) di dalam kota, disebabkan lemahnya penataan ruang kota. Asas
pembangunan kota bernuansa ekonomi sebagai panglima. Dapat dilIhat menjamurnya
bangunan-bangunan superblock, yang menyelimuti muka tanah dengan bahan tidak
menyerap air, dan pelestarian fungsi lingkungan tidak diperhitungkan secara
cermat. Peruntukan tanah yang dirancang sendiri oleh pemerintah kota, diubah
demi pertumbuhan ekonomi. PAD lagi yang dkejar. Aspek sosial dan lingkungan
dikesampingkan. Ruang hijau, baik yang terbuka (contoh terburuk Hutan Lindung
Kapuk), maupun yang tertutup (Kuburan Mangga Dua, Tanah Abang, Blok P, dll)
telah berubah menjadi mal dan gedung walikota.
Masalah
banjir di atas, dapatkah dikatakan karena belum selesainya BKT saja sebagai
penyebab banjir? Yang terkena banjir bukan hanya Jakarta Timur. Dibandingkan
dengan bangunan-bangunan mewah yang bertebaran di dalam Kota Jakarta, adakah
upaya pemerintah kota yang lain, seperti memperbesar kapasitas situ-situ,
menambah situ-situ buatan, pengelolaan DAS sejak dari hulu, dengan bekerjasama
dengan wilayah penyangga? Adakah konsisten terhadap rencana tata ruang yang
telah disusun dan disepakati sebagai acuan pelaksanaan pembangunan?
Setiap
terjadi bencana perkotaan, khususnya banjir, masyarakat berpendapatan rendah
(MBR) yang paling menderita. Apa dan seperti apa rencana kota, ujung-ujungnya
adalah pengelolaan lingkungan. Sedang pembangunan berkelanjutan adalah yang
berasaskan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Banjir hanya salah satu dari
bencana perkotaan.di Jakarta. Semua ini ujung-ujungnya manajemen perkotaan.
Biarkan masyarakat, khususnya warga Jakarta menilai, apakah pembangunan Jakarta
dalam kurun 10 tahun ini mencerminkan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan. Biarkan masyarakat umum menilai, apakah pemerintah Kota Jakarta
sekarang ini mencerminkan tata pemerintahan yang baik.
Masih
ada jalan keluar, kalau elite politik, baik eksekutif maupun legaslatif, mau
belajar dari pengalaman. Pelajaran untuk Pilkada dan Pemilu yang akan datang,
pejabat publik tidak asal tahu politik saja. Pengabdian dan integritas terhadap
seluruh warga kota, terutama MBR harus diutamakan. Semoga
Menurut
artikel diatas, dapat kita temukan kalimat-kalimat yang mengandung makna
penalaran induktif kausal yang dapat diartikan sebagai proses
penalaran yang dimulai dengan akibat dan
sampai pada simpulan yang merupakan sebab. Dengan kata lain penalaran induktif
kausal lebih menekankan pada penjelasan umum berupa prinsip atau sikap yang
berlaku berdasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus. Dapat kita lihat
kalimat yang diberi warna merah merupakan akibat dari banjir Jakarta yang
menimbulkan dampak-dampak yang merugikan masyarakat luas seperti anak-anak
tidak dapat pergi sekolah, pegawai, serta para pedagang yang tidak bisa
beraktivitas seperti biasanya, sedangkan yang berwarna orange merupakan
penyebab dari banjir itu sendiri dari hujan lokal, kiriman sampai turunnya
permukaan tanah.
Sumber :
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/darrundono/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar